Monday 9 January 2017

Bukan Perjalanan Khayal (Refleksi Pribadi)



Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. (QS.Az Zumar 42)

Allaahu yatawaffaa al-anfusa hiina mawtihaa waallatii lam tamut

Pemikiran tentang transendental hal yang umum terjadi pada ruang pelaku hakikat makrifat, khususnya pada pengertian Jiwa dan Ruh, Sanubari dan Hati.

sering kali hanya berkutat kutit di situ, hari ini kita selami sedikit bukan pada artinya kata Jiwa,tetapi pada kalimatullah "Memegang" pada Az Zumar ayat 42.

Az zumar 42 ini membuka cakrawala kesadaran, menarik hakikat bagaimana Allah memegang dan melepaskan jiwa, sebelumnya disamping Allah memegang jiwa Ia pun melepaskan jiwa pada saat waktu yang ditetapkan "illa ajalin", memegang dalam artian menggenggam atau menahan ada sebuah perlakuan dari Allah kepada sang jiwa untuk tetap berada didalam tubuh manusia.

begitu juga ketika Allah telah menghendaki jiwa itu Ia lepaskan pada saat ajalin/ajal, dari ayat yang tinggi ini ada beberapa kondisi Jiwa manusia (transendensi) ;

1. Berada bersama Tubuh ketika hidup dan tertidur
2. Terpisah dari Tubuh ketika wafat.



artinya ketika seseorang hidup / sadar maka jiwanya berada bersama tubuhnya, begitu juga ketika orang tersebut tertidur, di Tahan tidak terlepas dari tubuh.

Perjalanan ruhani, yang sering kita dengar seakan terasa bertentangan dengan  Az Zumar terkait dengan perjalanan sang jiwa mendekat kepada Allah, padahal TIDAK, frame keterbatasan kita dalam mencapai makrifat awal kadang belum selesai, belum tanek/matang terburu menyimpulkan.

dan Jawabannya ada pada makrifat akhir, yang digunakan , manusia terbiasa menggunakan indera tubuh tapi belum terbiasa menggunakan indera jiwa, dengan tinggi hati mengakui mengaggumi indera tubuh menjadi indera yang paling kuat, padahal didalam jiwa ada indera yang lebih kuat lagi, indera jiwa ini kita bahas tersendiri kelak.

untuk menerangi mari kita baca Surah Al Qashas 29 - 35 :

Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada keluarganya: "Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan". (Ayat 29)


Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: "Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam (Ayat 30)


Apa yang dilakukan Nabi Musa As dengan Tuhan Allah Swt ?.. mereka Bercakap cakap.

ayat inilah yang tidak diselami dalam perjalanan hakikat awal, Allah juga lebih terang lagi dalam firmanNya Qs Thaha 11 tatkala Nabi Allah Musa As mendatangi tempat api disebuah bukit;

"Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: "Hai Musa."


innii anaa rabbuka faikhla' na'layka innaka bialwaadi almuqaddasi thuwaan


Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada dilembah yang suci, Thuwa.


Yaa MUsa...! innii ana RABBUKA !, Hai Musa AKU INI TUHANMU
demikian jelasnya lagi pada ayat ke 17 ketika Nabi Allah bertanya kepada Musa As;
Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa?

Nabi Allah Musa menjelaskan itu adalah tongkat untuk menggembala, dan Allah berkata : "qaala alqihaa yaa muusaa"!
Lemparkan Hai Musa !....dan tongkat itu berubah menjadi seekor ular (Qs Surah Thaha 18-20)

dari sinilah kita belajar memahami hakikat makrifat itu bertingkat hakikinya, dulu hanya memahami bahwa Musa As berjumpa Allah dalam keadaan Pingsan, sekarang memahami ada percakapan dan pertemuan.

apakah Musa As dalam keadaan pingsan ketika pertemuan diatas ? Tidak. Musa dapat menjawab Pertanyaan Allah Swt dengan sadar ketika ia ditanya tentang tongkatnya.

lalu mengapa pada Nabi Allah Musa pingsan pada QS. Al-A’raf: 143 ?, karena yang diminta oleh Nabi Musa adalah Tuhan menampakan DZATNYA, sehingga dalam hakikat Makrifat dikenal beberapa tatanan.

dalam keadaanNYA Inni anna Robbukaa.....Ya Musaa, manusia masih mampu mendekat, bercakap dan berdialog, namun pada keadaan DZATNYa manusia tidak mampu bahkan ALam semesta yang menopang tidak akan mampu, oleh sebab itu ketika Rasulullah SAW miraj bertemua dengan ALLAH pada tempat yang khusus yaitu Sidratul Muntaha agar tidak hancurlah dunia ini.

lalu bagaimana keadaan Jiwa Nabi Allah Musa As di saat Az Zumar dan Thaha diatas ?..Sadar se sadar sadarnya.
tidak pingsan ataupun tertidur, perjalanan Ruhani Musa As komplit baik jiwa maupun Raga.

persoalannya bukan pada istilah tetapi adalah Bagaimana Allah sang Rabb ingin atau berkehendak mendekat kepada kita si manusia, sehingga kita dapat merasakan keberadaan sang Rabbuka, tentu dengan daya upaya kita semua.

dalam perjalanan berupaya menemui Sang Tuhan Alam semesta ini, daya upaya itu menghasilkan sebuah sambutan .....
ketika kita satukan Jiwa dan Raga (di atas sadar), lalu memanggil namanya sekuat sang Raga manusa dan sedalam Jiwa kita ..munculah sebuah sambutan, sambutan ini membuat sang jiwa dan raga atau diri manusia menjadi menangis, menjerit (histeris), tersungkur bahkan bergetar, kami menyebutnya getaran.

sampai disini kesadaran sebagai seorang hamba tetap terjaga, tinggal merapikan dan mengarahkan saja Patrap kita sebagai manusia hendak apa ingin jumpa dengan Sang Rabb"...carilah alasannya.


jadi tidak bermimpi atau berkhayal dalam ruang pikir, yang akhir akhir ini kami sering mendengar seorang yg mengaku resi berfikir demikian.
Allah Swt dalam keadaan Asma, Afal, Sifat dan DzatNya bukanlah dreaming illussion melainkan sesuatu yang nyata.
tetapi Allah Swt tidak menutup manusia mendekat dengan pikiran otaknya, tetaplah ada respon namun mengapa kita punya badan raga dan badan jiwa harus pilih otak ?..


ketika jiwa dan raga menyatu mengokohi irama Az Zumar 42, maka sambutan yang diterima akan menjadi lebih besar dan luar biasa besarnya.
kita tidak boleh berhenti pada kagumnya sambutan Illahiyah tersebut, kenapa ?
karena anda harus menjawab pertanyaan untuk apa engkau sebagai manusia mau menemui Tuhanmu ?


Patrap ke 3 tidak berujung pada tertidur, tapi berujung pada Bergerak mengikuti kemauan DZat, mengapa demikian ...karena hampir tidak mungkin Dzat tuhan diJangkau "Laisya kamistlihi Syaiun" pada dunia ini.

(terimakasih, salam Patrap)

2 comments:

  1. Maaf, Jawaban dari pertanyaan yang sesuai apa tujuan manusia mau menemui Tuhannya? Apa di alinea terakhir? Bergerak mengikuti kemauan Dzat? Terima kasih...

    ReplyDelete
  2. menyimak mas

    ReplyDelete